DINDING


Keringatnya tidak seharum dahulu, dimana Dia dipuja-puja bagai pujangga. Kini hanya tersisakan seonggok tulang hidup yang dibalut kulit tipis, dengan janggut, kumis, dan rambut yang tak kuasa sembunyikan bahwa hidup tidak dapat berjalan mundur.

Dan kini dinding-dinding tua yang tersisakan dengan lumut yang menggelayut manja dengan aroma menyengat, biarpun papan dengan tulisan ” DILARANG KENCING DISINI ” namun tetap saja masih banyak anjing-anjing berkaki dua yang dengan sengaja menumpahkan maklumatnya, entah dengan maksud bahwa daerah ini adalah batas wilayahnya, batas kekuasaan atau hanya sebagai ungkapan naluriah semata. Dan dinding itupun tetap setia menjadi sandaran dimana Dia berkeluh kesah.

An ironi beside me..

Leave a comment